skip to Main Content

Dia Memilih Menjadi Atheis ?

Memang ada penganut atheis di negeri ini?. Ternyata banyak. Baik yang berani mengakui atau masih berusaha ‘normal’ menjadi seorang theis. Yang berani mengakui jelas mereka merasa bangga dan ini bukan suatu yang perlu disembunyikan, karena menurut mereka itu pilihan hidup. Tapi mendengar kata atheis sebagian masyarakat masih ada yang menghubungkan dengan PKI, partai yang sudah terlarang bahkan dikuatkan dengan Tap MPR dan sampai sekarang masih belum dicabut, artinya masih berlaku efektif. Piknik dibutuhkan untuk bisa memahami perbedaan itu.

Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak memercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme. Dalam pengertian yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau Tuhan. (Wikipedia, November 2017)

Secara formal kalau hidup di negeri harus mengakui adanya Tuhan karena dasar negara Pancasila sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang MahaEsa. Berarti bisa menjadi salah jika tidak mengakui keberadaan Tuhan. Tapi karena hal ini para penganut atheisme atau agnostic seolah tidak berani mengakui secara terus terang?. Mungkin juga. Tapi yang jelas bahwa butuh kebesaran hati dan keberanian yang luar biasa untuk mengakui terutama diranah publik.

Tidak dapat dipungkiri bahwa penganut atheisme/agnostik dinegeri ini semakin banyak terutama generasi muda. Mereka yang berpikir logis dan mempunyai akses informasi yang luas dan berani menerima secara ‘open minded‘ serta ada rasa ‘ketidakpuasan‘ terhadap permasalahan dunia ini khususnya berkaitan dengan kemanusiaan, kemiskinan, moralitas dan bobroknya tatanan sosial yang ada. Mereka menganggap bahwa agama telah gagal membuat menjadi lebih baik. Mereka melihat kondisi di luar sana justru jauh lebih baik dibanding di negeri ini padahal hampir masyarakatnya tidak memeluk agama atau ber-tuhan apapun. Kondisi ini justru berbanding terbalik dengan negara-negara yang notabene beragama mayoritas tapi justru tidak pernah damai.

“Dalam waktu yang relatif singkat, seseorang yang berasal dari dunia barat menjadi atheis dan seorang atheis rata-rata lebih terpelajar dan toleran dari pada seorang yang beragama”. Penelitian dari Der Spiegel juga berkesimpulan bahwa “Pandangan hidup dari seorang yang tidak beragama lebih cepat berkembang”. (Der Spiegel, Juli 2011).

Menjadi atheis sekarang menjadi sebuah pilihan. Bisa saja orang menjadi atheis setelah sekian berusaha mencari sebuah jawaban dari pertanyaan yang selalu ada dibenaknya dan tidak terjawab memuaskan. Mengakui secara terus terang ini menjadi hal yang sangat besar dan berat, karena tidak semua bisa open minded. Mindset bahwa orang tidak beragama atau tidak ber-tuhan pasti ‘tidak benar‘ serta penghakiman publik membuat orang memilih menjadi silent community. Tapi keberadaan media sosial seolah menjadi tempat untuk ‘meet-up’ gratis dan bahwa mereka tidak sendirian.

Tapi jika ada pesohor yang menjadi atheis dan dia merasa lebih bahagia seperti membebaskan diri dari segara kungkungan aturan yang ‘mengikat‘ selama ini, bagaimana cara menyikapinya ?.

Menerimanya karena itu pilihannya. Atau menyayangkan dengan aneka argumen/dalil. Atau menganggap itu sesuatu yang tidak penting.

Pilihanmu…..???.

This Post Has 0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top